Keajaiban Air Barokah di Tradisi Siraman Piring Panjang, Ribuan Warga Berebut Berkah

Cirebon, (SGOnline),-
Keraton Kacirebonan kembali menggelar prosesi Siraman Piring Panjang pada Senin pagi, sebagai bagian dari peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Bukan sekadar ritual tahunan, tradisi ini menjadi simbol perjalanan spiritual yang telah berlangsung lebih dari dua abad, diwariskan oleh para leluhur Keraton, dan tetap dipelihara dengan khidmat hingga hari ini, Senin (16/9/2024).
Setiap tahun, prosesi ini mengundang perhatian masyarakat, baik dari dalam maupun luar Cirebon. Tujuh piring jimat peninggalan leluhur yang usianya mencapai lebih dari dua abad, dibersihkan secara khusus untuk persiapan Panjang Jimat, sebuah tradisi yang diadakan sebagai puncak perayaan Maulid Nabi. Nasi Jimat dan berbagai lauk pauk nantinya akan disajikan di atas piring-piring ini, melambangkan kesakralan dan keberkahan.
Dari sinilah, nilai spiritual tradisi ini menyentuh masyarakat. Sultan Keraton Kacirebonan IX, Pangeran Raja Abdulgani Natadiningrat, memimpin langsung jalannya prosesi, didampingi oleh keluarga keraton dan para sesepuh. Dengan lantunan sholawat Nabi Muhammad SAW yang mengalun syahdu, prosesi tersebut dimulai.
Tujuh piring jimat dikeluarkan dari Kamar Jimat, satu per satu, dengan penuh hormat dan kekhidmatan. Putra Mahkota, Elang Raja Kusuma Natadiningrat, membawa piring pertama, diikuti oleh Elang Nezar yang membawa piring kedua, serta anggota keluarga keraton lainnya yang turut membawa piring selanjutnya.
Namun, apa yang sebenarnya membuat piring-piring ini begitu istimewa? Bukan hanya karena usianya yang sudah ratusan tahun, tetapi juga karena motif yang tergurat pada setiap piringnya.
Dua piring bermotif kaligrafi melambangkan Syahadat Tauhid dan Syahadat Rasul. Dua piring lainnya bermotif bunga, yang menyimbolkan keindahan iman dan Islam. Sedangkan tiga piring lainnya, berwarna putih polos, melambangkan kesucian. Kesucian inilah yang akan dipakai untuk mewadahi Nasi Jimat pada puncak acara, menjadikannya lambang keberkahan yang mendalam.
Tak hanya keluarga keraton, masyarakat pun sangat antusias menyambut tradisi ini. Sukro, seorang warga asal Brebes, Jawa Tengah, datang jauh-jauh hanya untuk mengikuti prosesi Siraman Piring Panjang. Baginya, mendapatkan air Barokah dari prosesi tersebut adalah sebuah keberkahan yang tak ternilai.
“Habis ngambil air Barokah untuk jaga keselamatan di rumah, buat keluarga. Saya asli Brebes, datang dari kemarin jam 06.00 sore. Tenaga terkuras, tapi Alhamdulillah dapat banyak,” ungkap Sukro dengan wajah sumringah.
Air Barokah yang diperoleh dari prosesi ini memiliki arti khusus bagi banyak orang. Mereka percaya bahwa air yang telah didoakan selama satu bulan diambil dari tujuh mata air suci ini, dapat membawa keselamatan, keberkahan, dan kesehatan. Sukro menggunakannya untuk berbagai keperluan, mulai dari campuran air mandi, menyirami tanaman, hingga membantu kelancaran usaha. Bagi masyarakat, tradisi ini bukan sekadar ritual, tetapi juga sarana untuk meraih berkah dalam kehidupan sehari-hari.
Tradisi Siraman Piring Panjang di Keraton Kacirebonan tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga mengandung nilai-nilai spiritual yang dalam. Di tengah arus modernitas, acara ini tetap mampu memelihara keterhubungan antara masyarakat dan nilai-nilai keagamaan, memperkuat keimanan serta ketakwaan kepada Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW. Sebuah pelajaran berharga bahwa tradisi yang kaya akan makna dapat bertahan melintasi waktu dan generasi.
Pada akhirnya, Siraman Piring Panjang tidak hanya sekadar membersihkan piring-piring berusia ratusan tahun, tetapi juga menjadi simbol penyucian jiwa, menyambut puncak Panjang Jimat dengan hati yang lebih bersih dan iman yang lebih kuat.
(Andi/SGO)