Tradisi Ngapem di Keraton Kasepuhan, Doa Tolak Bala Hingga Saweran Uang
2 min readCirebon, (SGOnline),-
Di balik tembok megah Keraton Kasepuhan, sebuah tradisi yang telah berlangsung selama berabad-abad kembali digelar dengan penuh khidmat. Ratusan warga dari berbagai penjuru berduyun-duyun datang untuk menyaksikan prosesi Ngapem dan Tawurji, dua ritual yang mengakar dalam kehidupan spiritual masyarakat Cirebon.
Udara di sekitar Keraton Kasepuhan terasa sejuk, membawa aroma kemenyan yang menenangkan. Di Langgar Alit, tempat yang memiliki nilai sakral tersendiri, keluarga besar Keraton Kasepuhan berkumpul. Dipimpin oleh Pangeran Raja Muhammad Nusantara dan Patih Sepuh Kasepuhan, Pangeran Gumelar, bersama sejumlah tokoh agama, mereka mengadakan doa bersama untuk bangsa Indonesia, memohon perlindungan dari segala bencana dan marabahaya.
Rabu Wekasan, yang merupakan Rabu terakhir di bulan Safar, menjadi momen puncak dari rangkaian prosesi yang telah dimulai sejak awal bulan. Dalam tradisi Islam, bulan Safar sering kali diasosiasikan dengan bulan penuh tantangan dan cobaan, sehingga tradisi tolak bala menjadi sangat penting. Dalam prosesi ini, doa-doa dipanjatkan dengan harapan agar seluruh bangsa terlindungi dari segala musibah, Rabu (4/9/2024).
Setelah doa bersama selesai, prosesi dilanjutkan dengan Tawurji. Dalam suasana yang penuh kegembiraan, para anggota Keraton Kasepuhan memberikan saweran uang kepada masyarakat yang telah berkumpul.
“Alhamdulillah, antusiasme masyarakat sangat tinggi. Kita berkumpul bersama untuk berbagi kebahagiaan dan menjalankan tradisi yang sudah berlangsung turun-temurun ini,” ungkap Pangeran Raja Muhammad Nusantara.
Bagi masyarakat, saweran uang ini bukan sekadar materi, melainkan simbol dari rasa syukur dan kebersamaan. Tradisi ini mengajarkan pentingnya berbagi, terutama di saat-saat yang penuh makna seperti Rabu Wekasan.
Patih Keraton Kasepuhan, Pangeran Gumelar, menambahkan bahwa ritual ini bukan sekadar rutinitas, tetapi memiliki makna mendalam sebagai bentuk permohonan ampun dan pembersihan diri dari segala dosa dan marabahaya.
“Prosesi ini mengingatkan kita untuk selalu membersihkan diri, baik secara lahir maupun batin, agar senantiasa terjaga dari hal-hal buruk”, tambahnya.
Namun, prosesi di Keraton Kasepuhan tak berhenti di sini. Dalam waktu dekat, rangkaian peringatan Maulid Nabi akan dilaksanakan dengan prosesi Siraman Panjang. Sebuah tradisi unik di mana peninggalan keramat berupa piring Tafsi dan piring pengiring dicuci dan kemudian diarak keliling keraton pada puncaknya.
“Ini adalah momen penting bagi kita semua, tidak hanya bagi keluarga keraton, tetapi juga bagi seluruh masyarakat Cirebon,” ujar Pangeran Gumelar.
Tradisi-tradisi ini menunjukkan betapa kuatnya akar budaya dan kepercayaan yang masih hidup di Keraton Kasepuhan. Setiap tahun, masyarakat setempat dan keluarga keraton bersatu dalam doa, ritual, dan rasa syukur, menjaga warisan leluhur yang terus terpelihara di tengah arus modernisasi. Di sinilah, nilai-nilai kebersamaan, keimanan, dan kearifan lokal tetap dijunjung tinggi, menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas mereka.
(Andi/SGO)